Pada dasarnya setiap manusia adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah. Jangankan yang lebih tua, sarjana, teman sebaya atau yang sedikit lebih muda dari kita, mulai dari batita-pun bisa dijadikan guru buat kita. Cobalah kita perhatikan bagaimana saat dia belajar tengkurap, belajar merangkak,.belajar berdiri, dan belajar berjalan. Bukankah dia mengajarkan bagaimana seharusnya kita berjuang? Dia mengajarkan kepada kita berani mencoba, agar tidak mudah menyerah saat gagal.... Kalau saja dia tak mau mencoba lagi, saat dia jatuh untuk mencoba berdiri, maka maka dia tidak akan pernah bisa berdiri. Kalau dia berhenti mencoba lagi, saat dia jatuh untuk mencoba melangkah berjalan, maka dia tidak akan pernah bisa berjalan.
Pada umumnya kita berpandangan bahwa seorang guru adalah hanya kepada orang yang patut ditiru, digugu, pantas dijadikan role model, orang yang mempunyai kelebihan dari kita, atau paling tidak memiliki yang tidak kita kuasai. Begitulah... umumnya kita belajar pada orang-orang yang kita hormati dan orang yang baik.
Namun seringkali kita melupakan bahwa orang-orang yang menjengkelkan, orang yang menyusahkan, orang yang sulit, orang yang suka menghina, bisa menjadi guru tita. Mengapa??? Jika orang yang baik memberikan pelajaran melalui pengalaman yang menyenangkan kita, tapi orang yang menyusahkan, menjengkelkan dan sulit justru memberikan pelajaran melalui pengalaman yang pahit dan getir, yang justru sulit untuk kita lupakan sepanjang hidup kita, lebih merasuk jauh kedalam pikiran dan hati sanubari kita.
Pelajaran yang diterima dari orang yang menyakiti atau menghina kita, akan sulit sekali kita melupakannya. Kita berpikir bagaimana membalasnya. Namun ternyata disinilah manfaatnya. Mereka telah memberikan experential learning yang sulit kita lupakan, yaitu betapa sakitnya diperlakukan seperti itu. Rasa sakit itu sangat membantu kita untuk memahami perasaan orang disaat kita perlakukan saat itu. Memahami itu lebih dari sekedar mengetahui. Jika kita mengetahui sesuatu itu masih sebatas teori, namun jika sudah merasakan sendiri maka akan memahami, bahkan kita akan memasuki alam kesadaran.
Mereka juga membuat kita akan menjadi orang yang lebih sabar, tahan banting, tahan caci maki dan cemooh orang. Mereka adalah pelatih mental kita. Badan dan jiwa kita sebenarnya seperti karet. Pertama ditarik, akan melawan. Namun kalau sudah sering ditarik, akan menjadi longgar.
Mereka juga melatih kita untuk menjadi lebih dewasa. Saat kita dihina, kita berusaha untuk tidak balik menghinanya. Mereka menjadi cermin, betapa tidak enaknya dihina.
Dengan dendam yang positif, mereka juga bisa mengubah diri kita menjadi lebih baik dan unggul. Cemooh mereka bisa memotivasi kita untuk bangkit dan membuktikan bahwa kita tidak seperti yang dikatakan mereka.
Akhirnya... kita memang mesti bercermin dan lebih banyak bercermin lagi pada orang lain... kata Hesra, pemilik blog Goresan Pena, dalam salah satu komentarnya. Demkian pula kata Ebiet G Ade dalam lagunya Untuk Kita Renungkan. Jadikan pengalaman sebagai guru terbaik kita, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih atas komentarnya